Friday, 18 October 2013

Menuliskan Cinta

Kusentuh air tenang di danau, lalu bayangan diriku bergerak mengikuti gerakan air... Aku tak mungkin dapat menuliskan cinta disini, tinta yang kuteteskan ikut melebur bersama air...

Aku, air yang tenang...

Entah siapa...? Jemari itu.
Menyentuh lembut hingga air tenang menciptakan riak halus.

Jangan tuliskan perasaan itu disini. Karena tintanya hanya akan membuat keruh...

Jangan menuliskan cinta pada air yang 'sedang' tenang.



*untuknya yang mampir membasuh tangan di danau

**aaah, lama juga tidak menulis berbagai hal ambigu. Welcome back, Ul :)

Wednesday, 31 July 2013

Mati Sementara

Dengan segenap hati kubiarkan diriku melebur malam bersama kesedihan yang mungkin hanya secuil kamu rasakan. Aku, membiarkan detik bergulir sesuka hatinya, sebebas aturannya! Aku hanya ingin menyaksikan kemana ia membawaku? Aku hanya ingin tahu, jawaban atas segala pertanyaan bodohku, tentang kamu.

Aku memang telah sok tahu mengenaimu. Bangga dengan kebersamaan yang tak lagi balita. Ternyata kamu hanya setitik tinta yang belum terukir utuh. Sedang aku, goresan benang kusut yang tak mungkin indah dipandang.

Usia kebersamaan kita memang telah tua, tapi bukan berarti ia harus mati begitu saja. Meski ia tak lagi balita, tapi ia harus penuh gelak tawa. Mengapa kebersamaan bernyawa? Jangan sampai! Jangan sampai ia bernyawa. Bisa-bisa mati ditelan usia. Biarkan ia menjadi kebersamaan saja. Biarkan. Aku tak butuh ruh untuknya. Aku sendiri yang akan menghidupkannya!

Buktinya! Kamu menyuruhnya mati
Kenapa ia mati malam ini? Apakah kita telah membunuhnya? Betapa jahatnya. Ah sudahlaaah. Ia bukan kucing dengan beberapa nyawa. Esok hari, biar aku berdoa pada Tuhan untuk meniupkan ruh segar padanya.

Agar ia kembali hidup.

Ingat sayang... tak ada mati sementara. Jika mati, maka akan mati selamanya

:')

Friday, 19 July 2013

Jogja

Kami bekerja. Dengan Jogja...
Jogja memang sukar ditebak. Bahkan sebagian dari kami memilih mengurung diri dan berkemas pulang. Bekerja dengan Jogja seperti mengais pundi-pundi uang agar dapat menikmati liburan. Tapi, uangnya terkumpul jika kami tidak tidur.

Bekerja dengan Jogja mengajarkan saya berambigu dan belajar membentuk lengkungan bibir termanis yang dapat diterima oleh siapa saja yang baik-baik saja.

Bekerja dengan Jogja, penuh rasa haru. Haru karena waktu yang singkat sedang hati tengah menggali atmosfir yang letaknya di atas langit.

Kami kembali ke rumah dengan cerita yang mungkin membekas lalu menguap di meja perpustakaan dengan tumpukan buku dan sebuah kacamata silindris.

Terimakasih, Jogja. Peluk hangat dari kami karena nasi kucing dan malioboro menyenangkan hari-hari kami. Muah!

Wednesday, 8 May 2013

Krasivoy~



hola. aku datang dari abad kesekian untuk kamu. datang membawa bunga mawar putih dengan eye liner yang kubuat satu jam lamanya. kamu ini abad setelahku. aku abad sebelummu. kita sudah saling melengkapi dari masalah waktu, bukan? mari datang kesini. buka matamu lalu taruh di mataku. ya, pantulkan tatapan itu biar kena ke iris. aha! kamu tidak cinta aku. mengapa berpaling begitu? krasivoy~ tidak. aku tidak seperti kalimat aneh itu. tidak aneh jika kau berada di rusia. aku memang menyukai pengucapan rusia. namun lebih senang dengan pengucapan ‘aku cinta kamu’ yang datang dari mulutmu. rasanya ingin kukecup saja hingga habis tak tersisa. tapi kamu tidak cinta aku. hola. aku ini ujian untukmu. datang dari abad kesekian untuk menjemputmu. haha, biarlah nona-nona dari rusia itu duduk di taman dekat air mancur. abad selanjutnya biar aku reinkarnasi menjadi mereka. apa aku harus datang lagi, nanti? akan bereinkarnasi menjadi apa kamu? biar aku tak kesulitan mencarimu. baiklah, krasivoy~ krasivoy~ ah, sulit. tinggi sekali seleramu. aku pergi. menunggu nona rusia mengembuskan nafas terakhir. spakoinoi nochi, sayang.


Friday, 1 February 2013

Selamat pagi, Malam

Selamat pagi, Malam.

Apa kabarmu? Apakah tidak rindu dengan pagi? Bukankah pagi selalu melengkapimu setiap hari, sepanjang zaman? Mengapa kau tak pernah mau menunggu pagi datang? Mengapa selalu pergi meninggalkannya? 

Selamat malam, Pagi.

Mengapa selalu datang ketika malam hendak pergi? Apakah kau tidak lelah selalu seperti itu? Malam selalu menunggumu, tetapi kau datang ketika ia pergi. Mengapa? Bukankah kau tak akan lengkap tanpa malam? Lalu mengapa selalu terlambat? 

Hai, Pagi...
Kabarku baik. Aku begitu merindukanmu. Aku tahu kau memang paling setia menemani dan melengkapiku setiap hari, sepanjang zaman. Aku memang tak pernah menunggu pagi datang namun tak pernah meninggalkanmu... Katakan kepada mereka.

Hai, Malam...
Aku memang hadir ketika engkau pergi. Aku tak pernah lelah dengan hal ini. Aku tahu, engkau tak pernah menungguku karena engkau tidak meninggalkanku. Aku melengkapinya maka aku datang ketika ia pergi. Aku tak pernah terlambat, aku selalu tepat waktu... Katakan pada mereka.

Malam dan Pagi... Pasangan yang tak pernah pamrih dan selalu melengkapi.

***

Aku bertanya, kepada malam yang selalu meninggalkan pagi dan tak mencarinya...

Potluck, 11pm - last night. Read 'Sherlock Holmes' and get away from love. Tiba-tiba saja ingin menuliskan 'pagi dan malam'. Terimakasih, potluck dan green tea blend.

Tuesday, 29 January 2013

Dream Catcher: Bukan Kalung Biasa

A: "Kamu belum oke kalau belum pakai kalung macam gini!"
B: "Itu alat pengusir mimpi buruk, tahu!"


Jika kalian jalan-jalan ke tempat-tempat hang out-nya anak muda, pastikan mata kalian menemukan kalung dream catcher seperti gambar di samping ini. Sekilas kalung ini semacam trend dan fashion-nya anak muda zaman sekarang. Tetapi, tahukah kalian? Bahwa dream catcher ini merupakan suatu alat yang digunakan suku indian di Amerika sebagai salah satu tradisi yang mereka yakini.

Dream Catcher adalah alat penyaring atau pemilah mimpi. Merupakan semacam jimat yang digunakan kaum Sioux (suku Indian Montana) untuk menghalau mimpi buruk (energi negatif). Menurut legenda, mimpi buruk akan disaring melalui jaring-jaring yang terdapat pada dream catcher dan menjadikannya energi positif lalu akan disalurkan melalui bulu/rumbai dream catcher.

Secara tradisional, kaum Sioux menggunakan dream catcher untuk menjaga anak-anak kecil dari mimpi buruk dan biasa menggantungkannya di dekat tempat mereka tertidur atau di rumah mereka. Mereka meyakini dengan tradisi yang dilakukan ini maka mereka telah menjaga setiap penghuni rumah dari energi negatif.

Begitulah sejarah singkat tentang dream catcher. Ternyata, kalung yang sekarang ini kerap menjadi trend fashion-nya anak muda merupakan bagian dari budaya kamu Sioux atau suku Indian di Amerika. Hal ini membuktikan bahwa budaya dapat diadopsi dan dilahirkan kembali menjadi budaya baru.

Dewasa ini, dream catcher tidak hanya budaya milik kaum Sioux, tetapi telah menjelma menjadi bagian dari budaya (fashion-nya) anak muda dan telah dipopulerkan di kebudayaan barat bahkan negara kita sendiri menjadi benda hiasan dan alat New Age. Siapa saja dapat menemukan benda ini di toko-toko hadiah, aksesoris, internet, dan lain sebagainya.

B: "Kamu belum oke kalau belum tahu asal-usul kalung ini!"
A: "Hehehe"


*postingan ini adalah tugas mata kuliah cybermedia ketika materi tentang blog. well, semoga bermanfaat :) | source: http://kitasepuluh.blogspot.com/search/label/Budaya

Tuesday, 22 January 2013

Bertemu Len

Aku, Aul. Bertemu dengan Len ketika berjalan sendirian malam-malam di jalan raya yang lengang. Aku memang senang keheningan, meski tercipta di jalan raya yang sudah sepi dari lalu-lalang kendaraan. Len, si pria baik yang kukenal malam itu kini selalu mengikutiku kemana saja aku pergi. Atau mungkin Len telah menguntitku sejak lama sebelum pertemuan pertama kami di jalan raya.

"Hei! Kamu mau mati, ya?"

Aku pikir aku tidak akan pernah mati jika berjalan di tengah badan jalan raya yang tidak dilalui kendaraan satupun.

"Aku mau pulang ke rumah, bukan mau mati"

Aku ingat sekali raut wajah Len saat mendengar jawaban dariku. Jika kuumpamakan, mirip dengan Marry Jane saat mendengar jawaban Peter Parker di restaurant. Namun kali ini bukan kecewa melainkan heran yang berkali lipat.

"Jangan jalan di badan jalan, kalau ada mobil lewat baru tahu rasa!"
"Ya, terimakasih..."

Digandengnya aku oleh Len menuju trotoar.

"Aku Len..."

Belum selesai menyebutkan siapa namanya, aku pergi, berlari meninggalkan pria baik yang baru saja menolongku. Menolongku untuk sadar, bahwa jalan raya bukan tempat sepi yang dapat kunikmati.

Aku yakin, esok lusa akan bertemu kembali dengan Len. Entah kenapa, tapi Len memang pria baik yang Tuhan kirimkan untukku. Dan benar saja! Beberapa hari setelah awal pertemuan kami, aku melihat Len sedang menyesap secangkir teh di sebuah kafe. Tepatnya, kafe tempat yang sering aku gunakan untuk menulis. 

"Kamu ngikutin aku, ya?"

Mendengar ucapanku Len terperanjat seperti maling yang tertangkap basah mencuri.

"Aku daritadi disini!"
"Oh, begitu... Aku kira kamu ngikutin aku"
"Hahaha, kebetulan aja kita ketemu"
"Ya sudah... Aku duduk di sebelah sana, ya"

Len mengangguk dan melemparkan senyumnya. Baik, kali ini lemparan itu jatuh tepat disini. Dihati...
 
AUL